Tuesday 17 September 2013

Kesendirian



sendiri...lagi....
sendiri...sepi...lagi...disini...

terbang tak bermassa bagai diluar angkasa
diriku tanpa duniaku

melayang
menggenggam
merasakan
kehampaan

ruang vaccum itu tak berisi
mungkin sampai mati
kadap dari udara yang beraroma
wangi dunia yang lain dari ini

saat aku coba untuk membaunya
samar ku hirup aroma masa itu
masa saat aku masih bisa untuk bernyanyi
bersamamu

tapi yang dapat aku cium
adalah bau bunga kecubungku

wangimu
wanginya

tak akan mampu mengharumkan ku
karena aku adalah ruang vaccum abadi
aku adalah angkasa luar duniamu


*Ditulis pada Kamis, 19 November 2009

Sial sial sial!!

Ngadas
23.00, 9 Juli 2013

Sial, sial, sial!
Sungguh sial ku masih terus saja membayangkan wajah simetrismu. Seperti ku memang sudah sangat hafal dengan setiap detail yang ada di wajahmu. Bahkan setiap ekspresi yang pernah kau cetak pada rautmu. Aku tak mungkin bisa lebih membenci mu lagi. Sungguh kau seperti iblis yang selalu memelukku dalam ingatan, yang selalu menunjukkan wajah licik, yang tetap hidup dan tak mau mati walau sudah berbagai cara ku lakukan untuk mencabik-cabikmu.

"jika kebetulan terjadi terlalu banyak, apakah kamu percaya bahwa itu tidak bermakna?"

Apakah itu juga kebetulan, bahwa aku seperti menemukan sosokmu pada sosok yang lain? Apa itu juga menyimpan makna? Atau hanya aku yang diam-diam, tanpa sadar masih saja mengharap sosokmu. Haruskah ku akui keterjebakanku dalam kotak peripihku sendiri? Kotak yang menyimpan serpihan-serpihan ingatan tentangmu. Kotak yang satu-satunya kuncinya telah kau buang ke dalam jurang keputusasaanku. Kotak yang belum bisa ku buka. Kotak yang seharusnya ku kosongkan dan ku buang semua isimu.

"Jika memang tak akan bersanding, tunjukkan jalan keluar dari hatimu"

Sejauh apa aku harus berlari?
Setinggi apa aku harus mendaki untuk menemukan jalan keluar?
Sungguh sial aku mulai lelah melakukan pencarian, sialnya aku tanpamu.

Sial, sial, sial, sial!

Engkau

Siapakah engkau?
Seorang dengan mata sebening air ranu
Mata yang akan memandang dengan begitu tajam menghujam dalam
Begitu dalam melebihi dalamnya kalbu
Dan taukah kau apa yang ada didalam kalbuku?
Engkau

Siapakah engkau?
Seorang dengan tutur semanis madu
Setiap kata mu mengingatkan pada sejuknya angin yang membelah lautan
Juga gagahnya deburan ombak yang beriak
Tak kah kau sadari aku begitu menikmati
Engkau

Siapakah engkau wahai kau yang berona senja?
Kelembutan sinar yang bependar dari setiap foton yang kau pancarkan
Terserap dan terhisap oleh setiap bagian terkecil dalam inderaku
Menjerat ku dalam saktinya imaji
Dan sekali lagi aku tak mungkin bisa berhenti menikmati
Engkau

Dan siapakah engkau yang telah berani menggedor pintuku?
Dalam padatnya udara yang dingin aku duduk terdiam
Terpaku aku pada mu
Tersesap semua isi kamus kata yang aku miliki
Meninggalkan ku tanpa ada satu patah katapun terucapkan
Seorang aku yang terbisu dan membeku
Aku yang terpancang matanya pada sosok itu
Engkau!

Engkau
Taukah kau ada aku disini?
Dan taukah kau ada aku yang begitu gila mengharapkanmu?
Memujamu begitu rupa
Merindukanmu tanpa ada kata
Memimpikanmu dalam mata yang terbuka
Aku sebenar-benarnya telah menjadi gila
Seandainya engkau ingin tahu
Ah, ku pikir tidak perlu
Itu akan membuatku terihat tak punya malu
Menikmatimu dari jarak ini cukuplah bagiku
Tak usah kau pedulikan aku

Monday 16 September 2013

Ternyata, Aku bukan siapa-siapa (untukmu)

Siapa aku? Tentu aku bukan siapa-siapa untukmu. 

Semua orang mengatakan aku yang salah, aku yang kurang pengertian, aku yang terlalu mengharapkan, aku yang tidak sabar, aku yang mungkin salah mengartikan, aku yang blah blah blah blah. Oke, aku akui aku memang bodoh. Bego banget! Terlalu bodohnya aku sampai aku bisa terpuruk jatuh hati padamu.

Mungkin jatuh cinta padamu itu belum terlalu bodoh. Menurutku wajar saja aku suka padamu karena memang kamu pantas, dan kamu tidak tau betapa sangat mudahnya kau untuk di kagumi. Yang aku sesalkan adalah, begitu bodohnya aku saat aku begitu percaya diri dan terang-terangan bersikap selayaknya orang yang jatuh hati didepanmu. Oke, mungkin itu tidak bodoh seandainya aku tahu kau juga (benar-benar) memiliki perasaan serupa denganku. Yang menjadikanku terlihat lebih sangat bodoh adalah aku melakukan itu didepanmu yang aku sama sekali tidak punya ide tentang perasaanmu padaku. Oh, selain aku merasa sangat tak punya malu, aku juga takut, aku takut kau menganggap aku sebagai wanita yang terlalu mudah, tak punya harga diri, agresif, frontal, tak sabaran, dan bodoh. Ah, aku paling benci dianggap bodoh (IQ ku 131 men! Jadi aku tidak mau dikata bodoh). Aku merasa aku menjilat ludahku sendiri, ah tidak apa-apa, aku tidak mau dianggap bodoh oleh orang lain walaupun sejujurnya aku menganggap diriku sendiri bodoh. Ah sudahlah, aku mulai melantur.

Aku tekankan disini kepadamu, aku bukan tipe wanita yang seperti itu. Aku ini kalem, lemah lembut, santun dan sopan. Aku juga sexy kalau kau tau. Oke semua yang ku sebutkan tadi adalah aku yang dalam mimpiku. Aku tidak sepenuhnya punya sikap yang buruk sebagai wanita. Aku cukup sabar, dan tentu aku tidak bodoh. Aku juga bukan tipe wanita gampangan, aku sangat selektif memilih hati. Seorang temah bahkan pernah berkata aku ini wanita yang sulit ditembus, sulit luluh, susah bagiku untuk benar-benar suka dengan seseorang. Dan itu memang benar. Jika kau ingin bukti, ada seseorang yang sudah menggilaiku sejak dia SMP dan masih saja mengharapkanku sampai saat ini. Meski usahanya begitu besar, aku masih tidak bisa luluh karenanya. Aku tak tahu kenapa. Mungkin karena aku tidak yakin dengannya. Aku tidak akan pernah mengambil resiko untuk suka atau menjalin hubungan dengan seseorang kalau aku tidak yakin dengannya, entah dengan perasaannya atau orangnya sendiri. Dan juga jika aku tidak yakin dengan perasaanku, aku juga tidak akan mengambil resiko itu.

Bercerita tentangmu, aku memang awalnya tidak mengharapkan apapun darimu. Aku memang mengagumimu, tetapi menikmatimu dari jarak 10 langkah sudah cukup bagiku. Tetapi aku tidak tahu setan apa yang sedang merasuki mu malam itu, atau efek kelelahan karena perjalanan panjang dan dingin yang membuatmu tiba-tiba mengubah sikapmu padaku. Aku masih tidak habis pikir, dan juga tidak percaya kau berubah sikap menjadi sangat perhatian kepadaku. Kau bahkan sudah sangat berani menyiratkan bahwa kau memiliki perasaan tertentu untukku. Aku tidak percaya itu, sungguh! Memangnya apasih yang kau lihat dari aku yang begitu tidak ada apa-apanya ini, dibandingkan dirimu? Aku coba untuk sangat berhati-hati menyikapi perubahan sikapmu yang tiba-tiba itu. Kau tahu, aku benar-benar sangat berhati-hati, aku tidak ingin terlalu berharap dan mencoba untuk tidak merasa terlalu senang. Tapi seperti yang ku katakan sebelumnya, kau memang pantas untuk aku jatuh cintai, kau sangatlah mudah membuatku kagum, dan bodohnya aku yang tak bisa memegang omonganku sendiri. Aku terbawa suasana, aku terhanyut dalam rasa bahagia yang amat besar dan pada akhirnya aku menyadarinya, aku telah jatuh dalam perangkapmu.

Aku bodoh, dan kau tau itu. Dan saat kau tau aku menyukaimu, kau tau bagaimana cara menghancurkanku. Perlahan-lahan kau mengundurkan diri, meninggalkanku seorang diri seperti ini. Rasanya aku akan mati bodoh jika seperti ini akhirnya. Dalam kebimbangan aku menjadi semakin bodoh, sebentar lagi mungkin kau mungkin akan memanggilku idiot. Tunggang langgang aku berlari mencari bantuan tapi sungguh tidak ada yang bener-benar memahami perasaanku. Perasaan serba salah yang melingkupi ku sampai-sampai aku tak tau harus berbuat apa dan bagaimana. Sampai pada titik kulminasi kegalauanku, aku memutuskan untuk memutuskan sendiri sikapku. Aku akan diam. Dalam diam aku berusaha menelan bulat-bulat perasaanku padamu. Dalam diam aku menelan utuh sedikit rasa perih karena sikapmu yang sudah melukai hatiku. Aku hanya akan diam, berpura-pura lupa. Dan kita bisa mencoba lagi lain kali.

Dalam Sebuah Pendakian

Mendengar rumput menyanyikan kisahmu
Angin membawa terbang setiap sejuk yang kau hembuskan
Gelayut sang awan menampakkan wajahmu
Dan langit biru tersenyum padaku, untukmu

Terbelah kabut oleh racauan kacaumu
Dalam setiap jengkal jalan yang kita lewati bersama
Menyisakan keteguhan dari asa yang senantiasa tumbuh
Bertanyalah pada Edelweiss dan kau akan percaya
Bahwa tak ada sesalnya hidup dan tumbuh bersama batu

Pernah aku merasa takut kehilangan dirimu
Dalam hitamnya malam yang paling kelam
Apakah kau juga pernah merasa takut tersesat?
Saat dinginnya hutan memisahkan kaki kita
Ya, aku, sangat takut sampai tak berani ku membuka mata

Tapi ketika putusnya asa menjadi pilihan terakhir
Saat kaki telah terlalu linu menyangga beratnya tubuh yang kaku
Ketika kelelahan mencapai puncak nadirnya

Kau, ya dirimu, selalu
Mengulurkan untaian semangat dalam balutan tangan
Dan hanya dengan itu aku mampu melewati setiap halang yang merintang
Sampai tak ada lagi puncak yang lebih tinggi dari telapak kaki kita


*Dalam sebuah pendakian Gunung Sindoro, Mei 2013

Wednesday 11 September 2013

Tentang Sebuah Pendakian (End)

Ranu Kumbolo, 20.10 WIB
Sabtu, 31 Agustus 2013

Kembali lagi aku disini, di tepian danau Kumbolo, di kelilingi rumah parasit para pendaki. Menyaksikan Ranu Kumbolo dipenuhi gemerlap lampu senter. Percik api unggun menghangatkan suasana disini, meski angin berhembus keras membawakan hawa dingin. Malam minggu ini, Ranu Kumbolo bagai disulap menjadi kota metropolis oleh para pendaki, entah pendaki yang benar-benar akan mendaki Semeru, atau hanya orang-orang yang tak punya kerjaan yang sekedar ingin menghabiskan akhir minggu mereka disini. Apapun tujuan mereka, Ranu Kumbolo malam ini terlihat sangat gemerlap dan mempesona. Ah, ngomong-ngomong soal kota, aku menjadi teringat kotamu, kotaku yang ku titipkan padamu. Dan pada akhirnya aku kembali terpikirkan tentangmu. 

Tidak tidak tidak, aku tidak akan menyinggung banyak hal tentangmu disini. Aku ingin menceritakan perjalananku, perjalanan yang tidak akan pernah bisa aku lupakan, semoga. 

Aku sampai di Ranu Kumbolo belum terlalu lama, setelah melalui perjalanan yang sangat melelahkan hari ini, menguras tenaga dan emosi, perjalanan mendaki puncak Gunung Semeru, Mahameru. Ya akhirnya aku sampai di puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa! Setelah beberapa tahun hanya bisa bermimpi, 2 bulan hanya bisa memandangi, akhirnya sampai juga di puncak Mahameru yang memiliki ketinggian 3676 mAsl. Sungguh ini pengalaman yang sulit aku bisa ulang lagi (tapi aku harap masih bisa). Mengingat untuk bisa mencapai puncak, tidak hanya diperlukan fisik yang kuat, tetapi mental dan tekad kuatlah yang bisa membawamu ke sana. 

Dini hari pukul dua kami mulai start dari Kalimati, sempat ragu untuk ke puncak karena sebelumnya sempat hujan dan badai. Dalam waktu dua jam kami sampai Arcopodo. Medan tak lagi landai, tak ada lagi tanah, tak ada lagi pepohonan. Inilah, ujian sesungguhnya dari pendakian ini, lereng pasir Semeru. Track berpasir, berkerikil dan berbatu setinggin 700m berhasil kita tempuh selama kurang lebih 4 jam. Empat jam yang penuh dengan peluh, erangan, teriakan (dan kelaparan). Empat jam ujian yang akan menentukan sekuat apa mental yang kau bawa sebagai bekal. Empat jam perjuangan yang sangat luar biasa. Begitu sampai di puncak, kau tau peluh yang kau korbankan, perjuangan yang telah kau lakukan, tidak sedikitpun sia-sia.

Dari atas puncak Mahameru, aku dapat melihat pantai dan laut di sebelah selatan. Berbalik 90 derajat ke arah timur aku bisa melihat G. Argopuro, gunung yang memiliki track pendakian paling panjang di Jawa meski tingginya hanya 3088 mAsl. Di arah barat aku bisa melihat lebih banyak deretan gunung seperti G. Arjuna, G. Welirang dan gunung-gunung lain yang aku tak tau namanya. Dari arah utara, arah aku datang, aku bisa melihat deretan bebukitan yang mengitari Semeru. Kalimati, Oro-oro ombo terlihat jauh dibawah. Setiap beberapa menit, kawah Semeru yang berbahaya akan mengeluarkan segerombolan belerang beracun yang mungkin saja akan membunuh siapapun yang menghirupnya. Jadi pastikan arah angin tidak sedang mengarah ke utara jika kau ingin selamat dari gas beracun yang mematikan itu.
Arah Utara, arah kita datang

Arah barat, terlihat deretan gunung-gunung

Arah Timur

Arah Selatan, dibelakang itu terlihat laut dan pantai
Sungguh luar biasa. Semua itu tidak akan aku lupakan. 

Sudah sangat malam dan aku sangat lelah. Aku harus tidur dan beristirahat untuk mempersiapkan tenaga untuk pulang esok hari. Selamat malam :)

Tentang Sebuah Pendakian (3)

Kalimati, 20.05 WIB
Jumat, 30 Agustus 2013

Masih ditempat yang sama, di tengah savana rimba Semeru, ternyata aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Kali ini tentang apa yang kau katakan beberapa waktu lalu. Kau tau yang ku maksud kan? Ah toh kau juga tidak akan pernah membaca ini.

Aku sungguh tak pernah punya membayangkan, ataupun punya pikiran kau akan mengatakan hal itu malam itu, malam sebelum aku berangkat ke sini. Mengkhayalkannya pun tidak pernah sama sekali. Kau bahkan sudah berani memberi semacam pernyataan kepada orang lain padahal kau belum mengatakan apa-apa kepadaku. Sungguh amat berani sekali kau ini, macam aku akan langsung mengatakan "iya" saja.

Oke, baiklah, aku akui, aku memang sudah tertarik padamu sejak lama. Saat kau bahkan belum hafal namaku, saat kau bahkan belum mengenalku. Ah, mungkin lebih tepatnya aku kagum padamu. Sejak pertama kali aku mendengarmu bernyanyi. Kau mungkin tidak percaya tapi ku pikir aku belum pernah mendengarkan suara semerdu suaramu sebelumnya. Sungguh, aku terpesona sampai-sampai ku tak bisa melepaskan pandanganku darimu. Anak bersuara sehalus sutra dan selembut pastry terlezat sedunia ini siapa? Saat itu rasanya aku lapar sekali dan ingin memakan suaramu (apasih aku ni?). Dari situ aku mulai kagum padamu.

Tapi, kita bahkan baru kenal kurang lebih 3 bulan, dan itu hanya sekedar kenal. Aku tau kamu dan kamu tau aku, sebatas itu, tidak dekat. Dan bagaimana mungkin aku langsung bisa berkata iya melihat level perkenalan kita yang cetek sekali itu?
Jujur, aku sulit untuk dekat dengan seseorang, apalagi untuk memberi hatiku. Dan aku takut, aku takut sakit, aku takut terluka, aku takut hatiku belum siap. Jadi aku harap, bila kau benar-benar serius dengan yang kau katakan itu, beri aku waktu. Untuk mengenalmu, luar dalam. Untuk mengenalmu, semua tentang kamu. Dan jika memang kita sama adanya, bismillah aku pasti mengatakan iya. :)

Tuesday 10 September 2013

Tentang Sebuah Pendakian (2)

Kalimati, 19.30 WIB
Jumat, 30 Agustus 2013

Dalam tenda yang begitu nyaman, dalam balutan tas tidur yang sangat hangat, anganku berkeliaran memikirkan dirimu. Dimanakah kau saat ini? Sedang apakah kau? Bersama siapakah kau? Apakah bersama seseorang yang lain? Oh aku merasa sedikit khawatir. Apakah kau juga sedang memikirkanku?

Udara disini begitu dingin, tidak seperti kotamu, kotaku yang sementara ku titipkan padamu. Kopi yang hangat terasa sungguh nikmat. Kehangatannya mungkin tak sehangat sapaanmu. Manisnya tentu saja tak semanis senyumanmu. Bahkan simfoni yang alam sajikan disini tidak lebih indah dari bulatan nada dalam suaramu yang merdu perdu. 

Oh angin yang sedang menderu seru diluar sana, bawalah setumpuk rinduku ini kepadanya. Pastikan ia menerimanya.

Ah, sudah macam orang bodoh saja aku ini. Kenapa aku bisa seperti ini?

Kabut yang semakin tebal, angin yang semakin heboh berpesta membawaku kembali tersadar akan keberadaanku disini, di lembah Mahameru. Dan kau di kota itu, entah dimana tepatnya. Jarak yang begitu jauh, hutan lebat dan gemerlapnya neon kota, memisahkan hati kita.

Tentang Sebuah Pendakian (1)

Ranu Kumbolo, 19.00 WIB
Kamis, 29 Agustus 2013

Ranu Kumbolo, akhirnya sampai juga aku di sini setelah berjalan melewati sekian banyak bukit selama kurang lebih 5 jam dari Ranu Pani. Jam tangan Casio milikku menujukkan pukul lima sekian. Perjalanan 5 jam tidak memungkinkanku untuk sholat duhur, jadi aku memutuskan untuk menggabung waktu sholat duhur dan ashar.
Ranu Kumbolo, danau alami di tengah-tengah bebukitan yang mengitarinya, memiliki air yang masih terjaga kebersihannya. Kesegeran air yang begitu jernih saat ku membasuh wajah ku begitu menyegarkan, meluluhkan peluh dan rasa lelah karena perjalanan sebelumnya. Sungguh luar biasa, sholat di Ranu Kumbolo. Di bawah langit yang memayungi Gunung Semeru. Di antara ilalang sewarna emas yang tumbuh pada bukit-bukit kuning. Sungguh ini pengalaman yang tidak akan pernah akan aku lupakan.



Danau cantik Ranu Kumbolo
Ranu Kumbolo, menjadi lebih mengagumkan ketika malam datang. Jutaan lampion langit yang kau sebut bintang, membuat aku tak henti-hentinya memuja nama-Nya dan kebesaran-Nya karena telah menciptakan alam yang sungguh  indah untuk dipandang. Dalam sholatku, dalam doaku, dalam dzikirku, selalu ku bersyukur dapat menyaksikan semua ini. Maha Besar Engkau yang telah menciptakan alam yang luar biasa mengagumkan ini. Allahuakbar.
Ranu Kumbolo, sungguh ingin aku nikmati semua keindahan ini bersamamu, seseorang yang kini hadir mengisi ruang yang telah lama kosong dan hampa dalam hatiku. Aku sungguh sangat menyayangkan ada orang yang datang ke sini dan masih menyimpan dendam ataupun amarah dalam hatinya. Padahal bukankah itu sesuatu yang sangat langka memiliki kesempatan untuk bisa menikmati kelezatan yang alam sajikan ini bersama orang yang kau kasihi dan mengasihimu? Bukankah melewati terjalnya tanjakan dan turunan bersama-sama dan saling bergandengan tangan itu adalah hal yang luar biasa romanti? Atau melewati malam yang dingin ini bersama-sama sambil mendengarnya bercerita bercanda itu juga sangat membahagiakan? Seseruput jahe hangat akan semakin mengaburkan jarak kita. Kapankah aku bisa mendapatkan kesempatan seperti itu, bersamamu? Bersediakah kau, mewujudkan itu? Sungguh ku berharap kau akan berkata "iya".

My New Blog

This is  my new blog. I forgot the password of my previous blog so I made a new one.
Sorry if in this new blog, I'm  still "nyampah" :)))

Thx
Meg